TIMES PAMEKASAN, JAKARTA – Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan bahwa Negara Palestina waktunya telah tiba, dan Sekjen PBB, Antonio Guterres mempertegas menolaknya berarti memberi "Hadiah" bagi ekstremis dimanapun.
Hal itu disampaikan para pemimpin dunia itu saat berpidato pada Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina di Aula Majelis Umum PBB yang dipelopori oleh Arab Saudi dan Prancis, Senin (22/9/2025) di New York, kemarin.
Arab Saudi juga menegaskan kembali dukungannya terhadap solusi dua negara untuk konflik antara Israel dan Palestina di Majelis Umum PBB di New York, kemarin.
Pemerintah Saudi juga menyerukan pengakuan global terhadap Negara Palestina, dan diakhirinya agresi Israel di Gaza dan Tepi Barat.
Prancis dan Arab Saudi adalah pelopor Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina itu. Pada yang sama Amerika Serikat pendukung penuh kebrutalan Israel di Gaza, tidak memberikan visa kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas beserta 80 petugas otoritas Palestina lainnya untuk memasuki New York.
Meski demikian, justru dunia melalui PBB tetap memberi kesempatan berpidato secara daring kepada Mahmoud Abbas dalam momen Konferensi Internasional Tingkat Tinggi itu.
Dalam pidatonya itu, Emmanuel Macron membuat keputusan bersejarah, dimana Prancis mengakui secara resmi negara Palestina.
Emmanuel Macron menerima tepuk tangan meriah pada hari Senin ketika ia secara resmi mengumumkan pengakuan Prancis atas Negara Palestina, menyebutnya sebagai langkah "bersejarah dan perlu" untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun dan membangun perdamaian yang langgeng di Timur Tengah.
Ia juga menyatakan "waktunya telah tiba" untuk mengakhiri perang di Gaza, membebaskan 48 sandera Israel yang tersisa yang ditawan oleh Hamas, dan menghidupkan kembali solusi dua negara.
"Kita berkumpul di sini karena waktunya telah tiba. Waktu untuk perdamaian telah tiba karena kita hanya tinggal selangkah lagi dari tidak lagi mampu meraih perdamaian," kata Macron.
"Ada ratusan ribu orang yang mengungsi, terluka, kelaparan, dan trauma," tambahnya.
"Tidak ada yang membenarkan perang yang sedang berlangsung di Gaza. Sebaliknya, semuanya mendorong kita untuk mengakhirinya secara definitif."
Macron kembali mengecam keras serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, menyebutnya sebagai "serangan teroris terburuk dalam sejarah Israel" dan "luka terbuka bagi jiwa Israel dan hati nurani universal kita".
Ia juga memberikan penghormatan kepada 51 warga negara Prancis yang juga tewas dalam serangan Hamas tersebut. Karenanya ia menegaskan kembali dukungan Prancis yang teguh terhadap hak Israel atas keamanan dan perjuangannya melawan terorisme, termasuk antisemitisme. "Tidak ada, tidak pernah, dan tidak ada tempat yang dapat membenarkan penggunaan terorisme," kata Macron.
Keputusan Prancis menyusul pengakuan serupa sekutu AS lainnya seperti Inggris, Australia dan lainnya. Portugal dan Kanada juga mengakui negara Palestina.
Otoritas Palestina memuji pengakuan resmi negara Palestina oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron itu sebagai "keputusan bersejarah dan berani."
"Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat menyambut baik pengakuan Negara Palestina oleh Republik Prancis yang bersahabat, menganggapnya sebagai keputusan bersejarah dan berani yang konsisten dengan hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta mendukung upaya berkelanjutan untuk mencapai perdamaian dan menerapkan solusi dua negara," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina di Ramallah.
Jangan Takut Reaksi Israel
Sekjen PBB, Antonio Guterres mengatakan, dunia tidak perlu takut dengan reaksi Israel, dan menekankan bahwa Tel Aviv sedang menjalankan "kebijakan menghancurkan Gaza dan mencaplok Tepi Barat."
Dalam Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina di Aula Majelis Umum PBB itu, Antonio Guterres juga menyerukan solusi dua negara, Palestina dan Israel harus terus maju jangan sampai tidak, bila gagal maka akan melanggengkan krisis yang semakin parah.
"Tidak ada yang bisa membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina atau segala bentuk pembersihan etnis," tegas Guterres.
Guterres mengatakan, konflik yang telah berlangsung puluhan tahun telah mencapai titik yang tidak bisa ditoleransi secara moral, hukum, dan politik, dengan menyebutkan meningkatnya korban sipil di Gaza dan meningkatnya ketidakstabilan di Tepi Barat.
"Kita di sini hari ini untuk membantu menemukan satu-satunya jalan keluar dari mimpi buruk ini," tegas Guterres dengan menekankan visi yang didukung PBB tentang dua negara merdeka, berdaulat, dan demokratis yakni Israel dan Palestina yang hidup berdampingan secara damai di dalam perbatasan yang aman dan diakui berdasarkan garis sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kota bersama.
Mesir Siap
Sementara itu Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly, Senin kemarin mengatakan, Mesir siap menjadi tuan rumah konferensi internasional untuk memobilisasi dana yang diperlukan bagi rencana rekonstruksi Arab-Islam di Gaza setelah gencatan senjata tercapai.
Mostafa Madbouly mengatakan bahwa negaranya akan menyelenggarakan konferensi rekonstruksi Gaza segera setelah gencatan senjata tercapai di wilayah yang hancur tersebut.
"Mesir akan, segera setelah gencatan senjata tercapai, menyelenggarakan konferensi rekonstruksi internasional di Jalur Gaza untuk memobilisasi dana yang diperlukan bagi rencana rekonstruksi Arab-Islam," ujarnya dalam sebuah konferensi tentang solusi dua negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Presiden Prancis menegaskan bahwa negara-negara seperti Andorra, Australia, Belgia, Kanada, Luksemburg, Malta, Monako, Portugal, Inggris, dan San Marino juga telah menanggapi seruan untuk mengakui negara Palestina.
"Pengakuan ini merupakan kekalahan bagi Hamas. Negara Palestina sudah waktunya tiba. Ini adalah bangsa yang tak pernah mengucapkan selamat tinggal pada apa pun. Bangsa yang memiliki sejarah, akar, dan martabat yang kuat," ujarnya sambil mengutip penyair Palestina Mahmoud Darwish. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Waktunya Telah Tiba Negara Palestina
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |