TIMES PAMEKASAN, CIANJUR – Kejaksaan Negeri Kabupaten Cianjur (Kejari Cianjur) menetapkan AOK (40), pegawai marketing microbanking yang dikenal sebagai mantri di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit.
AOK diduga kuat telah mencairkan dana pinjaman tanpa sepengetahuan para nasabah dan menyelewengkan uang setoran pelunasan, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp3,025 miliar.
Kepala Kejari Cianjur, Yussie Cahaya Hudaya, mengonfirmasi penetapan tersangka. Dia menjelaskan bahwa langkah ini diambil setelah penyidik berhasil mengumpulkan minimal dua alat bukti yang sah dan memeriksa sekitar 20 orang saksi.
"Tersangka diduga melakukan pencairan kredit tanpa sepengetahuan para debitur. Setelah pencairan, tersangka memegang dan menggunakan kartu debit milik nasabah untuk mengambil dana hasil pencairan. Selain itu, dia juga menyalahgunakan setoran pelunasan kredit dari nasabah,” ujar Yussie dalam keterangan yang diterima TIMES Indonesia, Selasa (25/11/2025).
Tindakan yang dilakukan oleh AOK ini menyebabkan kredit macet, yang total kerugian negaranya diestimasi mencapai kurang lebih Rp3.025.447.522. Berdasarkan keterangan awal, dana hasil penyelewengan itu diakuinya digunakan untuk kepentingan pribadi, dan terdapat 56 nasabah di Kecamatan Takokak, Cianjur, yang menjadi korban.
"Atas perbuatannya, AOK disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor dan kini ditahan selama 20 hari hingga 13 Desember 2025," ungkap Yussie menjabarkan.
Sementara itu, Kuasa Hukum AOK, Zami Khaitami, menyatakan bahwa kliennya telah bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Namun, Zami memberikan pandangan bahwa insiden ini tidak dapat dilepaskan dari adanya kelemahan dalam sistem keamanan atau prosedur internal BRI.
Zami menyatakan, “Tidak serta-merta kesalahan itu terletak pada klien. Orang bisa melakukan kejahatan kemungkinan karena security system-nya BRI lemah, sehingga memberikan kesempatan. Kami meminta ke depan BRI menguatkan sistemnya agar tidak kecolongan lagi.”
Dalam hal ini lebih lanjut Zami juga membeberkan bahwa modus operandi yang diduga dilakukan AOK berhubungan erat dengan prosedur pencairan kredit yang sejatinya memerlukan persetujuan dari pimpinan.
Dia mempertanyakan bagaimana seorang mantri, yang fungsi jabatannya hanya terbatas pada marketing, penagihan (collecting), dan pengajuan data analisis kredit, dapat melakukan pencairan dana tanpa melalui izin pimpinan cabang.
"Jabatan mantri itu menyodorkan data, lalu diajukan (up-propose) oleh pimpinan untuk disetujui. Kok bisa terjadi? Mungkin dia buka rekening lebih dulu, lalu pengajuan ditolak, tetapi dananya tetap cair masuk ke buku tabungan,” ucapnya.
Selain itu lebih jauh, mekanisme pembukaan rekening dan pencairan dana yang diduga bisa dilakukan hanya dengan buku tabungan tanpa verifikasi KTP asli nasabah juga menjadi sorotan.
Zami menutup, “Kronologi ini sudah terjadi sejak 2023. Kenapa ini mantri bisa mencairkan? Itu belum bisa saya jawab karena masih pendalaman. Mungkin di persidangan nanti kita akan menghadirkan bukti-bukti lain.”
Tentu semuanya mengindikasikan bahwa kasus ini tidak hanya berkutat pada pelanggaran individu, tetapi juga membuka celah untuk meninjau ulang sistem pengendalian internal di bank tersebut. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Rugikan Negara Miliaran Rupiah, Mantri Bank di Cianjur Dicokok Kejaksaan
| Pewarta | : Wandi Ruswannur |
| Editor | : Ronny Wicaksono |